Kamis, 26 Maret 2015

METODOLOGI



METODOLOGI
Nama                     :  Dormen Pasaribu
Bidang                   :  Pendidikan Agama Kristen
Program Studi       :  Magister Theologia
Kampus                 :  STT-Abdi Sabda Medan (STT-AS)
 


A.      Pengertian Metodologi
Metode berasal dari bahasan Yunani methodos, dari dua perkataan “meta” dan “hodos”. “Meta” artinya melalui, dan “hodos” artinya jalan atau cara, bila ditambah dengan  “logi” sehingga menjadi “metodologi”[1] berarti  ilmu pengetahuan tentang jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan.[2] Cara yang didefenisikan secara jelas dan sistematis untuk mencapai suatu tujuan.[3]
Loren Bagus membuat beberapa pengertian dari metodologi, sebagai berikut; a). Studi mengenai metode-metode (prosedur, prinsip) yang digunakan dalam disiplin yang teratur. Atau, studi tentang metode-metode (prosedur, prinsip) yang digunakan untuk menata ilmu yang teratur tersebut;  b). Prinsip-prinsip dari sistem teratur itu sendiri; c). Cabang logika yang merumuskan dan/atau menganalisis prinsip-prinsip yang diperlukan dalam mengambil kesimpulan-kesimpulan logis dan membentuk konsep-konsep; d). Prosedur-prosedur yang digunakan dalam suatu disiplin yang memungkinkan diperolehnya pengetahuan; e). Kumpulan cara penelitian yang diguakan dalam ilmu tertentu.[4]
Kemudian Ali Mudhofir mendefinisikan metodologi sebagai berikut; a). Kajian tentang metode-metode (tata cara, asas-asas) yang digunakan dalam suatu cabang ilmu yang teratur dan atau yang digunakan dalam pengaturannya; b). Tata cara yang digunakan dalam suatu ilmu untuk memperoleh pengetahuan.[5] John Dewey yang dikutip oleh Randolp Crump Miller mengatakan metode berarti pengaturan pokok pelajaran yang menjadikannya paling efektif dalam pemakaiannya.[6]
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa metodologi adalah sebagai kumpulan teoritis dari metode-metode, yang dapat dianggap sebagai suatu “ilmu” yang berdiri sendiri yang sifatnya netral yaitu berupa alternatif yang dapat dipergunakan oleh bermacam-macam kepentingan dalam usaha penyampaian/ pengalaman-pengalaman belajar/ learning experience kepada naradidik.[7]
Dengan demikian metodologi adalah ilmu yang mempelajari cara yang sistematik yang digunakan untuk mencapai tujuan.[8] Cara yang sistematik ini merupakan bentuk konkrit daripada penerapan petunjuk-petunjuk umum pendidikan pada proses pendidikan tersebut. Metode yang diuraikan oleh metodologi di samping berpegang pada prinsip-prinsip umum harus merumuskan petunjuk-petunjuk khusus sesuai dengan kekhususan pendidikan. Dan metode yang dirumuskan oleh metodologi bukanlah suatu tujuan[9], melainkan cara untuk mencapai tujuan dengan sebaik-baiknya.[10]

B.  Asas-Asas Metode
1.    Asas Filosofis
Marcus Priester dengan ringkas menyatakan pentingnya dasar filosopis yang tepat untuk pemilihan metode pendidikan;
Pendidik menghadapi masalah kemampuan memilih ide-ide dan deskripsi-deskripsi yang dianggapnya benar dan layak dari komitmennya. Olehkarena itu, teori dan praktik yang benar dari pendidikan Kristen harus memperhitungkan penjelasan filosofi serta disiplin yang lain yang berhubungan secara signifikan dengan pandangan manusia”.[11]

Thomas Barnard, Chester, dkk menjelaskan pandangan di atas; salah satu contoh, berapa banyak kita dipengaruhi filosofi dan warisan budaya kita adalah menjadi konsep kita akan pendidikan itu sendiri. Secara konsisten, pelajaran yang diorganisir, diakui sebagai metode yang efektif yang dipengaruhi oleh tempat dan fasilitas yang secara luas digunakan. Tidak ada metode yang lain diakui yang lebih benar. Hal itu menjadi bagian dari filosofi pendidikan kita.
Bernard menjelaskan lebih lanjut, bahwa semangat filsafat yang benar mendorong kita menyelidiki tesis Marshall McLuhan “medium adalah penyampai pesan”. Ada hubungan yang penting antara metode yang kita gunakan dan pesan yang kita nyatakan. Tetapi menyamakan satu dengan yang lain adalah pemikiran yang kabur.  Pertimbangan kritis harus diberikan kepada dasar filosofi dan kepada implikasi teologis dan praktis dari tesis tersebut.[12] Ilmu komunikasi menguatkan hal pentingnya “medium” dalam menyampaikan “pesan”. Dalam penggunaan metode perlu diperhatikan tiga faktor, yaitu; Pertama, tidak ada suatu metode atau teknik tertentu yang baik (efektif) untuk semua golongan umur atau semua kesempatan belajar megajar. Kedua, kita tidak perlu menggunakan sebuah metode saja dan mengesampingkan metode lainnya. Beberpa metode sekaligus dapat digunakan demi kesauksesan pengajaran.[13] Suatu evaluasi metode yang bijaksana  tergantung pada pikiran yang jelas – dan pikiran yang jelas merupakan urusan filsafat pendidikan Kristen.[14]   

2.    Asas Historis
Pendidik yang benar akan menghargai penggunaan metode pendidik terdahulunya, dan hasil  yang dihadirkan. Wajar dalam upaya eksplorasi, kita selalu memeriksa suatu metode dalam konteks di mana tepatnya digunakan.  Situasi itu sendiri menentukan pemilihan metode. Dengan kata lain, situasi harus dimanfaatkan mengevaluasi keefektifan memilih metode.
Saat ini kita cenderung menekankan kemahiran pengetahuan sebagai yang utama, kalau tidak tujuan utama pendidikan.  Pendekatan ini adalah bahagian dari warisan Yunani dan Latin. Bagi warisan Yunani dan Romawi, pengetahuan memiliki orientasi utamanya dalam keilmiahan dan alam intelektual. Namun, bagi alkitab Ibrani, pengetahuan mengandung warna moral, hubungan dan etis.[15]
3.    Asas Psikologis
Ada hubungan yang lebih dekat antara metode pendidikan dengan azas psikologi dibanding dengan antar metode dengan azas yang lain. Dasar psikologi mencakup pertimbangan pertumbuhan dan perkembangan manusia. Bagaimana kita belajar, bagaimana seseorang dimotivasi, bagaimana teori mekanisme dan kepribadian.
a.         Perkembangan Manusia
Anak-anak yang satu dengan yang lain tidaklah sama tingkatan perkembangannya, baik dalam kemampuan, fisik, karakter maupun mentalnya. Oleh karena itu membutuhkan metode yang berbeda sesuai dengan tingkatannya.
Secara umum, perbedaan tingkat umur membutuhkan metode pengajaran yang berbeda. Olehkarena itu, kita harus hati-hati, tidak mengasumsikan bahwa metode yang satu selalu benar. Ada beberapa aturan pembelajaran yang umum yang diterapkan pada semua tingkatan umur. Masyarakat secara umum merespon dengan baik metode yang melibatkan dan menghargai partisipasi mereka. Pengajar yang bijaksana selalu mencoba memilih metode-metode yang mengantar kebenaran abadi, yang secara langsung menghubungkan kebutuhan manusia mendasar terhadap muridnya.

b.        Bagaimana seseorang belajar
Memahami bagaimana orang mempelajari jenis materi yang berbeda membantu pengajar memilih metode-metode yang sesuai terhadap tugas pengajaran.  Bagaimana melakukan motivasi dan hubungan teori pembelajaran dengan prinsip-prinsip teoligia kita. Bagaimana mekanisme guru dan murid yang terpelihara mempengaruhi penggunaan metode-metode. Beberapa studi teori kepribadian dan kasih yang jujur kepada seseorang akan memampukan pengajar menghindari bahaya penggunaan metode yang cenderung merusak atau meniadakan perkembangan pribadi seutuhnya.[16]
  
4.    Asas Sosiologis
Pendidikan mencakup perubahan hubungan pribadi. Pemilihan metode-metode harus sesuai, kita harus akrab dengan seseorang sebagai anggota group – siapakah dia, apakah kita mengenalnya, bagaimana dia belajar, bagaimana dia merasakan, bagaimana dia menanggapi, bagaimana dia berinteraksi. Karena hampir semua orang belajar dalam hubungan, pemilihan metode harus mempertimbangkan hubungan dan interaksi sosial tersebut.[17] Belajar bukan “sesuatu yang dilakukan kepada seseorang”. Belajar adalah tindakan seorang diri yang bertanggungjawab mengalami hubungannya.[18] Lewis J. Sherrill mengingatkan, “diri dibentuk dalam hubungannya dengan yang lain. Jika cacat, itu terjadi dalam hubungannya. Jika dibentuk kembali atau diubah kembali, itu juga akan di hubungannya …Komunitas adalah tubuh dari hubungan yang mempengaruhi “menjadi” aanggota individu”.[19]
Metode dapat dipilih yang mengadu seseorang menentang satu sama lain, yang menghilangkan seseorang dari kebebasan pilihan mereka, dan memanipulasi mereka ke arah sebuah akhir prasangka. Namun ada metode yang lain yang memimpin peserta membangun satu dengan yang lain menurut potensi utama mereka sebagai pribadi dan kelompok.[20]

C.  Dasar Pertimbangan Pemilihan Metode
Ketika diperhadapkan pada memilih metode untuk mengajar, ada banyak sekali metode yang menarik, dan setiap metode mempunyai karakteristiknya masing-masing.  Sara Little menjelaskan bahwa dalam pengajaran membutuhkan penggunaan berbagai macam ragam  mengajar yang hendaknya dipilih secara selektif dan hati-hati. Menurutnya, berbagai ragam mengajar tersebut bertujuan membantu pribadi-pribadi menumbuh-kembangkan dirinya secara utuh. Olehkaena itu, sebelum  pelbagai macam metode dibicarakan untuk kemudian dipilih, maka untuk kepentingan tersebut, perlu diperhatikan beberapa ragam mengajar[21]. Setiap ragam akan melahirkan metode-metode yang dapat dipilih untuk mengajar.[22]
Bertitik tolak dari ragam mengajar tersebut, ada beberapa faktor yang dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan pemilihan metode.  

1.    Berpedoman pada Tujuan
Tujuan adalah keinginan yang hendak dicapai dalam setiap kegiatan interaksi edukatif. Tujuan mampu memberikan garis yang jelas dan pasti ke mana kegiatan interaksi edukatif akan di bawa. Tujuan dapat memberikan pedoman yang jelas bagi pengajar dalam mempersiapkan segala sesuatunya dalam rangka pengajaran, termasuk pemilihan metode.
Metode mengajar yang dipilih tidak boleh dipertentangkan dengan tujuan yang telah dirumuskan, tetapi metode yang dipilih harus mendukung ke mana kegiatan interaksi edukatif berproses guna mencapai tujuannya. Dengan kata lain, kejelasan dan kepastian dalam perumusan tujuan memudahkan bagi pengajar memilih metode.


2.      Perbedaan Individual Naradidik
Perbedaan individual perlu dipertimbangkan dalam pemilihan metode pendidikan. Aspek-aspek perbedaan naradidik yang perlu diperhatikan adalah aspek biologis, intelektual, dan psikologis.
3.      Kemampuan Pengajar
Kemampuan guru bermacam-macam, disebabkan latarbelakang pendidikan dan pengalaman megajar. Seorang guru dengan latar belakang pendidikan keguruan  akan lain kemampuannya bila dibandingkan dengan seseorang dengan latar belakang pendidikan bukan keguruan. Kemampuan guru yang berpengalaman tentu lebih berkualitas dibandingkan dengan kemampuan guru yang kurang berpengalaman dalam pendidikan dan pengajaran.
Dari latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar akan mempengaruhi bagaimana cara pemilihan metode mengajar yang baik dan benar. Jadi, kemampuan guru patut dipertimbangkan dalam pemilihan metode mengajar.
4.      Sifat Bahan Pelajaran
Setiapmata pelajaran mempunyai sifat masing-masing. Paling tidak sifat mata pelajaran ini adalah mudah, sedang, dan sukar. Ketiga sifat ini tidak bisa diabaikan begitu saja dalam mempertimbangkan pemilihan metode mengajar. Untuk metode tertentu barangkali cocok untuk mata pelajaran tertentu, tetapi belum tentu pas untuk mata pelajaran lain. Adalah penting mengenal sifat mata pelajaran sebelum pemilihan metode dilaksanakan.
5.      Situasi Kelas
Situasi kelas adalah sisi lain yang patut diperhatikan dan dipertimbangkan guru ketika akan melakukan pilihan terhadap metode mengajar. Guru yang berpengalaman tahu benar bahwa kelas dari hari ke hari dan waktu ke waktu selalu berubah sesuai kondisi psikologis nara didik. Dinamika kelas seperti itu patut diperhitungkan guru dari sudut manapun juga.
Ketika guru berusaha membagi anak didik ke dalam beberapa kelompok, guru akan menciptakan situasi kelas kepada situasi yang lain. Di sini tergambar metode mengajar mana yang harus dipilih sesuai dengan situasi kelas dan tujuan yang ingin dicapai. Jadi, situasi kelas mempengaruhi pemilihan metode mengajar.
6.      Kelengkapan Fasilitas
Penggunaan metode perlu dukungan fasilitas. Fasilitas yang dipilih harus sesuai dengan karakteristik metode mengajar yang akan dipergunakan. Ada metode mengajar tertentu yang tidak dapat dipakai, karena ketiadaan fasilitas di suatu sekolah. Sekolah-sekolah yang maju biasanya mempunyai fasilitas belajar yang lengkap sehingga sangat membantu guru dalam melaksanakan pengajaran di kelas. Sekolah-sekolah di daerah terpencil pada umumnya kekurangan fasilitas belajar sehingga kegiatan interaksi edukatif berjalan apa adanya secara sederhana.
7.      Kelebihan dan Kelemahan Metode
Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dua sisi ini perlu diperhatikan guru. Jumlah anak didik di kelas dan kelengkapan fasilitas mempunyai andil tepat tidaknya suatu metode dipergunakan untuk membantu proses pengajaran. Metode yang tepat untuk pengajaran tergantung dari kecermatan guru dalam memilihnya. Penggabungan metode pun tidak luput dari pertimbangan berdasarkan kelebihan dan kelemahan metode yang manapun juga. Pemilihan yang terbaik adalah mencari titik kelemahan suatu metode untuk kemudian dicarikan metode yang dapat menutupi kelemahan metode tersebut.[23]  

D.  Prinsip-Prinsip Metode Pendidikan
Agar penggunaan metode lebih efektif maka ada beberapa prinsip metode yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pembelajaran;
1.        Metode tersebut harus memanfaatkan teori kegiatan mandiri. Belajar merupakan akibat dari kegiatan peserta didik. Pada dasarnya, belajar itu berwujud mengalami, memberi reaksi, melakukan dan menurut prinsip ini seseorang belajar melalui reaksi atau melalui kegiatan mandiri yang merupakan landasan dari semua pembelajaran. Dengan kata lain, peserta didik banyak memperoleh pengalaman belajar.
2.        Metode tersebut harus dimanfaatkan hukum pembelajaran. Kegiatan metode dalam pembelajaran berjalan dengan cara tertib dan efisien sesuai dengan hukum-hukum dasar yang mengatur pengoperasiannya. Hukum-hukum dasar menyangkut kesiapan, latihan dan akibat, harus dipertimbangkan dengan baik dalam segala jenis pembelajaran. Pengajaran yang baik memberi kesempatan terbentuknya motivasi, latihan, peninjauan kembali, penelitian dan evaluasi.
3.        Metode tersebut harus berawal dari apa yang sudah diketahui peserta didik. Memanfaatkan pengalaman lampau peserta didik yang mengandung unsure-unsur yang sama dengan unsure-unsur materi pembelajaran yang dipelajari akan melancarkan pembelajaran. Hal itu dapat dicapai dengan sangat baik melalui korelasi dan pembandingan. Pemebelajaran akan dipermudah apabila yang memulainya  dari apa yang sudah diketahui peserta didik.
4.        Metode tersebut harus didasarkan atas teori dan praktek yang terpadu dengan baik yang bertujuan menyatukan kegiatan pembelajaran.
5.        Metode tersebut harus memperhatikan perbedaan-perbedaan individual dan menggunakan prosedur-prosedur yang sesuai dengan ciri-ciri pribadi seperti kebutuhan, minat serta kematangan mental dan fisik.
6.        Metode harus merangsang kemampuan berpikir dan nalar para peserta didik. Prosedurnya harus memberikan peluang bagi kegiatan berpikir dan kegiatan pengorganisasian yang seksama. Prinsip kegiatan mandiri sangat penting dalam mengajar peserta didik untuk bernalar.
7.        Metode tersebut harus disesuaikan dengan kemajuan peserta didik dalam hal ketrampilan, kebiasaan, pengetahuan, gagasan, dan sikap peserta didik, karena semua ini merupakan dasar dalam psikologi perkembangan.
8.        Metode tersebut harus menyedikan bagi peserta didik  pengalaman-pengalaman belajar melalui kegiatan belajar yang banyak dan bervariasi. Kegiatan-kegiatan yang banyak dan bervariasi tersebut diberikan untuk memastikan pemahaman.
9.        Metode tersebut harus menantang dan memotivasi peserta didik ke arah kegiatan-kegiatan yang menyangkut proses defrensiasi dan integrasi. Proses penyatuan, pengalaman sangat membantu dalam terbentuknya tingkah laku terpadu, ini yang paling baik dicapai melalui penggunaan metode pengajaran terpadu.
10.    Metode tersebut harus memberi peluang bagi peserta didik untuk bertanya dan menjawab pertanyaan. Dan memberi peluang pada guru untuk menemukan kekurangan-kekurangan agar dapat dilakukan perbaikan dan pengayaan.
11.    Kelebihan suatu metode dapat menyempurnakan kekurangan/ kelemahan metode lain. Hal ini didasarkan atas prinsip bahwa pembelajaran terbaik terjadi apabila semakin banyak indera yang dapat dirangsang.
12.    Suatu metode padat dipergunakan untuk berbagai jenis materi atau mata pelajaran satu materi atau mata pelajaran memerlukan banyak materi.[24]

E.  Jenis-Jenis Metode
Metode mendidik/ mengajar banyak sekali jenisnya, disebabkan oleh karena metode ini dipengaruhi oleh banyak faktor, sebagaimana telah disinggung sebelumnya.
Beberapa jenis metode yang dapat dihimpun adalah sebagai beriktu;
1.        Metode Ceramah
2.        Metode  Tanya Jawab
3.        Metode Diskusi Kelompok
4.        Metode Permainan Peran (Role Playing)
5.        Metode Permainan (Gaiming)
6.        Metode Peniruan (Simulation)
7.        Metode Studi Kasus
8.        Metode Pemecaham Masalah (Problem Solving)
9.        Metode Arus Melemparkan Pendapat (Brainstorming)
10.    Metode Diskusi Panel
11.    Metode Seminar
12.    Metode Tutorial
13.    Metode Lokakarya (Workshop)
14.    Metode Demonstrasi
15.    Metode Kunjungan ke Lapangan
16.    Metode Kerja Lapangan
17.    Metode Programmed Instruction
18.    Metode Resitasi (Pemberian tugas rumah)
19.    Metode Simposium
20.    Metode Team Teaching
21.    Metode Proyek
22.    Metode Karyawisata
23.    Metode Film-Strips
24.    Metode Manusia Sumber/ Resource People
25.    Metode Latihan
26.    Metode berpusatkan Materi
27.    Materi berpusatkan Kehidupan
28.    Metode Otoriter
29.    Metode Kreatif
30.    Metode Retraet, Camp
31.    Metode Meditasi/ Kontemplasi
32.    Metode Ibadah[25]

F.   Kesimpulan
Metodologi adalah ilmu yang mempelajari cara, strategi atau jalan agar tujuan atau sasaran dapat tercapai. Dengan demikian metodologi adalah studi tentang metode-metode yang digunakan oleh berbagai disiplin ilmu. Perlu disadari bahwa metode yang dirumuskan oleh metodologi adalah sebagai alat bantu untuk mencapai tujuan, bukanlah tujuan itu sendiri.
Metodologi dalam perumusannya mempertimbangkan beberapa asas-asas, yaitu asas filosofis, psikologi, historis dan sosiologis. Pertimbangan akan asas-asas tersebut mempengaruhi optimalisasi pencapaian tujuannya.    
Mengingat banyaknya metode-metode sebagai hasil studi metodologi, maka diperlukan dasar-dasar pertimbangan pemilihan metode serta prinsip-prinsip yang digunakan. Namun perlu disadari bahwa masing-masing metode ada kelebihan dan kekurangnnya. Oleh karena itu dimungkin menggunakan berbagai metode untuk saling melengkapi.
Daftar Pustaka
1.        Bagus, Loren,  
Kamus Filsafat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000).
2.        Bernard, Thomas & Galloway, Chester O., dkk, (ed.) A. Elwood Sanner, A.F.Harper,  
Exploring Christian Education, (Kansas City, Missouri: Beacon Hill Press of Kansas City).
3.        Boehlke, Robert R.,
Theories of Learning in Christian Education, (Philadelphia: The Westminster Press, 1962).
4.        Cully, Iris,
Dinamika Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK GM, 1976).
5.        Djamarah, Saiful Bahri,
Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta, Cet. Pertama, 2000).
6.        Flew, Antony,  (ed),
A Dictionary of Philosophy, (London and Basingstoke: The Macmillan Press Ltd, 1983).
7.        Ismail, Andar,  
Mencari Materi PAK Dewasa: Tinjauan tentang Seri Selamat sebagai Sebuah Pilihan, dalam buku Memperlengkapi bagi Pelayanan dan Pertumbuhan: Kumpulan Karangan Pendidikan Kristiani dalam Rangka Penghormatan kepada Pdt. Prof. Dr. Robert R. Boehlke”, ed. Tim Penyusun Buku dan Redaksi BPK GM (Jakarta: BPK GM, Cet. 1, 2002).
8.        Kadarmanto, Ruth,  
Pelbagai Metode dalam PAK, dalam,  Ajarlah Mereka Melakukan: Kumpulan Karangan Seputar Pendidikan Agama Kristen, Andar Ismail  (editor), (Jakarta: BPK GM, Cet. 6, 2009).
9.        Kristianto, Paulus Lilik,
Prinsip & Praktik Pendidikan Agama Kristen: Penuntun bagi Mahasiswa Teologi & PAK, Pelayan Gereja, Guru Agama, dan Keluarga Kristen, (Yokyakarta: Andi, Cet. 3, 2008).
10.    Little, Sara,
To Set One’s Heart: Belief and Teaching in the Chruch, (Atlanta: John Knox, 1983).
11.    Lelyed, P. Van,  
Pendidikan yang Membebaskan, (Yokyakarta: DGI GMKI, tth).
12.    Miller, Randolph C.,  
Education for Christian Living, (Engelwood Cliffs, New Jersey:  Prentice Hall).
13.    Mudhofir, Ali,  
Kamus Istilah Filsafat dan Ilmu, (Yokyakarta: Gadjah Mada University Press, 2001).
14.    Muliawan, Jasa Ungguh,  
Epistemologi Pendidikan, (Yokyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008).
15.    Pasaribu, I.L.  dan Simanjuntak, B.,
Proses Belajar Mengajar, (Bandung: TARSITO Bandung, Cet. Kedua, 1983).
16.    Priester, Marcus J.,  
Philosophical Foundation for Cristian Education, dalam An Introduction to Christian Education, Marvin J. Taylor (ed), (Nashville: Abingdom Press, 1966).
17.    Ramayulis,
Profesi dan Etika Keguruan, (Jakarta: Kalam Mulia, Cet. Ketujuh, 2013).
18.    Roestiyah, Ny.,
Didaktik Metodik,  (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1986).
19.    Sherrill, Lewis Joseph,
The Gift of Power, (New York: The Macmillan Co, 1955).
20.    Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya,
Pengatar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, (Jakarta: CV. Rajawali, cet.ke-3, 1987).


[1] Dalam bahasa Inggris “methodology”, Bahasa Latin “methodus”.
[2] Jasa Ungguh Muliawan, Epistemologi Pendidikan, (Yokyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008), 40.
[3] Loren Bagus, Kamus Filsafat,(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000), 648; band. Antony Flew (ed), A Dictionary of Philosophy, (London and Basingstoke: The Macmillan Press Ltd, 1983), 231.
[4] Ibid, 648-649; Loren Bagus juga membuat tinjauan terhadap masalah Metodologi. Dia menuliskan, pemilihan prosedur untuk mencapai suatu tujuan tampaknya mempunyai banyak aspek. (A). Dala arti yang paling umum, problem metode merupakan problem logika; 1). Metode deduktif berurusan dengan pencapaian kesimpulan dari premis-premis yang dapat dilakukan dengan pasti; 2). Metode induktif berurusan dengan pencapaian kesimpulan dari premis yang dapat dilakukan dengan kemungkinan; 3). Peirce mengajukan metode abduksi, di mana hipotesis-hipotesis ditimbulkan dari data. (B). Suatu kombinasi metode-metode logika digunakan dalam mencapai kesimpulan-kesimpulan filosofis; 4). Pendekatan-pendekatan yang berbeda terhadap filsafat dibicarakan di bawah topic Epistemologi;  5). Sistem-sistem filsafat yang berlawanan dikupas di bawah judul Metafisika. (C). Metode dalam ilmu-ilmu merupakan subjek pembahasan yang luas; 6). Untuk ilmu-ilmu alam pada umumnya, Metode Hipotetiko-Deduktif penting; 7). Untuk macam-macam pendekatan terhadap Matematika.  
[5] Ali Mudhofir, Kamus Istilah Filsafat dan Ilmu, (Yokyakarta: Gadjah Mada University Press, 2001), 238-239.
[6] Randolph C. Miller, Education for Christian Living, (Engelwood Cliffs, New Jersey:  Prentice Hall), 159, band. dengan, Iris Cully, Dinamika Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK GM, 1976), 113
[7] Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Pengatar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, (Jakarta: CV. Rajawali, cet.ke-3, 1987), 39.
[8] Andar Ismail, Mencari Materi PAK Dewasa: Tinjauan tentang Seri Selamat sebagai Sebuah Pilihan, dalam buku Memperlengkapi bagi Pelayanan dan Pertumbuhan: Kumpulan Karangan Pendidikan Kristiani dalam Rangka Penghormatan kepada Pdt. Prof. Dr. Robert R. Boehlke”, ed. Tim Penyusun Buku dan Redaksi BPK GM (Jakarta: BPK GM, Cet. 1, 2002), 45-46.
[9] Paulus Lilik Kristianto, Prinsip & Praktik Pendidikan Agama Kristen: Penuntun bagi Mahasiswa Teologi & PAK, Pelayan Gereja, Guru Agama, dan Keluarga Kristen, (Yokyakarta: Andi, Cet. 3, 2008), 9
[10] I.L. Pasaribu dan B. Simanjuntak, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: TARSITO Bandung, Cet. Kedua, 1983), 12-13.
[11] Marcus J. Priester, Philosophical Foundation for Cristian Education, dalam “An Introduction to Christian Education, Marvin J. Taylor (ed), (Nashville: Abingdom Press, 1966), 61-62
[12] Thomas Bernard, Chester O. Galloway, dkk, (ed.) A. Elwood Sanner, A.F.Harper, Exploring Christian Education, (Kansas City, Missouri: Beacon Hill Press of Kansas City), 189-190.
[13] Eli Tanya, Op. Cit, 38; Contohnya, metode berceramah dapat dilanjutkan dengan pemutaran film yang berhubungan dengan pokok ceramah lalu diikuti dengan diskusi oleh peserta. Bahkan kemudian kesempatan ini diteruskan dengan membuat suatu proyek yang dikerjakan bersama oleh semua peserta.
[14] Thomas Bernard, Chester O. Galloway, dkk, (ed.) A. Elwood Sanner, A.F.Harper, Op. Cit, 189-190.
[15] Ibid, 190-191.
[16] Ibid, 191-193
[17] Ibid, 193
[18] Robert R. Boehlke, Theories of Learning in Christian Education, (Philadelphia: The Westminster Press, 1962), 26.
[19] Lewis Joseph Sherrill, The Gift of Power, (New York: The Macmillan Co, 1955), 45-46.
[20] Thomas Bernard, Chester O. Galloway, dkk, (ed.) A. Elwood Sanner, A.F.Harper, Op.Cit, 193-194.
[21] Sara Little, To Set One’s Heart: Belief and Teaching in the Chruch, (Atlanta: John Knox, 1983), 55-57; menguraikan lima ragam mengajar, yaitu; 1). Ragam Pemrosesan Informasi: Manusia membutuhkan berbagai cara dalam mengolah fakta-fakta agar ia dapat menentukan kerangka pemahaman, menafsirkan pengalaman, dan membangun suatu cara pandang terhadap kenyataan hidup. 2). Ragam Interaksi Kelompok: Manusia dapat saling belajar dan bersama-sama membangun suatu pemahaman melalui proses interaksi (saling mempengaruhi); isi pemahaman yang diperoleh bersama mencakup baik konsep-konsep maupun hal-hal yang non-verbal/ relasional. Kelompok ikutserta mempengaruhi pembentukan “keyakinan” dan “pribadi” naradidik. 3). Ragam Komunikasi Tidak Langsung: Di bagian ini karya seni mempunyai kemampuan untuk menjembatani keterbatasan komunikasi verbal, mampu melibatkan seseorang dengan seutuhnya dalam berbagai tahap pemahaman diri dan tahap konfrontasi. Melalui ungkapan seni kita memperoleh kemungkinan untuk mengalami arti dari keyakinan kita dengan suatu cara yang dapat mengubah diri sendiri maupun orang lain. 4). Ragam Pengembangan Pribadi: Jika seorang memiliki rasa sadar diri dan sadar lingkungan dengan baik, akibatnya ia merasa diterima dan dapat berperan sebagai pribadi yang mampu menyumbangkan sesuatu. Melalui proses ini seorang dapat mengenal  kemampuan-kemampuan yang tersimpan dalam dirinya. 5). Ragam Aksi-Refleksi: Orang sering tidak memahami suatu gagasan sebelum gagasan tersebut diwujudkan dalam tindakan, dialami, direfleksikan, dan ditafsirkan. Di sini aspek “teori” dan “praktek” disatukan. Sambil mempraktekkan suatu gagasan orang mengingat dan menguji praktek tersebut dengan gagasan yang dianutnya. Atau dapat pula praktek tersebut merevisi gagasan yang dianut.
[22] Band. Ruth Kadarmanto, Pelbagai Metode dalam PAK, dalam,  Ajarlah Mereka Melakukan: Kumpulan Karangan Seputar Pendidikan Agama Kristen, Andar Ismail  (editor), (Jakarta: BPK GM, Cet. 6, 2009), 93-95
[23] Saiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta, Cet. Pertama, 2000), 191-193; lih. juga, Ramayulis, Profesi dan Etika Keguruan, (Jakarta: Kalam Mulia, Cet. Ketujuh, 2013), 194-197. Ny. Roestiyah, dalam bukunya, Didaktik Metodik,  (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1986), 68; juga menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode, sebagai berikut; a). Sifat dari Pelajaran; b). Alat-alat yang tersedia; c). Besar Kecilnya Kelas; d). Tempat dan Lingkungan; e). Banyak/ sedikitnya bahan; f).Tujuan Pelajaran.
 [24] Ramayulis, Profesi dan Etika Keguruan, (Jakarta: Kalam Mulia, Cet. Ketujuh, 2013), 198-199
[25] Daftar beberapa metode di atas, dihimpun dari beberapa buku, antara lain; Saiful Bahri Djamarah, Op. Cit, 195-206;  I.L. Pasaribu dan B. Simanjuntak, Op.cit, 19-31; Ny. Roestiyah, Op. Cit, 68-85; P. Van Lelyed, Pendidikan yang Membebaskan, (Yokyakarta: DGI GMKI, tth), 11; Randolph C. Miller, Op. Cit, 159-262.