METODOLOGI
Nama : Dormen Pasaribu
Bidang : Pendidikan Agama Kristen
Program Studi : Magister Theologia
Kampus : STT-Abdi Sabda Medan (STT-AS)
A.
Pengertian
Metodologi
Metode berasal dari bahasan Yunani methodos, dari dua perkataan “meta” dan
“hodos”. “Meta” artinya melalui, dan “hodos”
artinya jalan atau cara, bila
ditambah dengan “logi” sehingga menjadi
“metodologi”[1] berarti ilmu pengetahuan tentang jalan atau cara yang
harus dilalui untuk mencapai tujuan.[2] Cara
yang didefenisikan secara jelas dan sistematis untuk mencapai suatu tujuan.[3]
Loren Bagus membuat beberapa
pengertian dari metodologi, sebagai
berikut; a). Studi mengenai metode-metode (prosedur, prinsip) yang digunakan
dalam disiplin yang teratur. Atau, studi tentang metode-metode (prosedur,
prinsip) yang digunakan untuk menata ilmu yang teratur tersebut; b). Prinsip-prinsip dari sistem teratur itu
sendiri; c). Cabang logika yang merumuskan dan/atau menganalisis
prinsip-prinsip yang diperlukan dalam mengambil kesimpulan-kesimpulan logis dan
membentuk konsep-konsep; d). Prosedur-prosedur yang digunakan dalam suatu
disiplin yang memungkinkan diperolehnya pengetahuan; e). Kumpulan cara
penelitian yang diguakan dalam ilmu tertentu.[4]
Kemudian Ali Mudhofir
mendefinisikan metodologi sebagai berikut; a). Kajian tentang metode-metode (tata
cara, asas-asas) yang digunakan dalam suatu cabang ilmu yang teratur dan atau
yang digunakan dalam pengaturannya; b). Tata cara yang digunakan dalam suatu
ilmu untuk memperoleh pengetahuan.[5] John
Dewey yang dikutip oleh Randolp Crump Miller mengatakan metode berarti
pengaturan pokok pelajaran yang menjadikannya paling efektif dalam
pemakaiannya.[6]
Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa metodologi adalah sebagai kumpulan teoritis dari
metode-metode, yang dapat dianggap sebagai suatu “ilmu” yang berdiri sendiri
yang sifatnya netral yaitu berupa alternatif yang dapat dipergunakan oleh
bermacam-macam kepentingan dalam usaha penyampaian/ pengalaman-pengalaman
belajar/ learning experience kepada naradidik.[7]
Dengan demikian metodologi adalah
ilmu yang mempelajari cara yang sistematik yang digunakan untuk mencapai tujuan.[8]
Cara yang sistematik ini merupakan bentuk konkrit daripada penerapan
petunjuk-petunjuk umum pendidikan pada proses pendidikan tersebut. Metode yang
diuraikan oleh metodologi di samping berpegang pada prinsip-prinsip umum harus
merumuskan petunjuk-petunjuk khusus sesuai dengan kekhususan pendidikan. Dan
metode yang dirumuskan oleh metodologi bukanlah suatu tujuan[9],
melainkan cara untuk mencapai tujuan dengan sebaik-baiknya.[10]
B. Asas-Asas Metode
1.
Asas
Filosofis
Marcus Priester dengan ringkas
menyatakan pentingnya dasar filosopis yang tepat untuk pemilihan metode
pendidikan;
“Pendidik menghadapi masalah kemampuan
memilih ide-ide dan deskripsi-deskripsi yang dianggapnya benar dan layak dari komitmennya. Olehkarena
itu, teori dan praktik yang benar dari pendidikan Kristen harus memperhitungkan
penjelasan filosofi serta disiplin yang lain yang berhubungan secara signifikan
dengan pandangan manusia”.[11]
Thomas Barnard,
Chester, dkk menjelaskan pandangan di atas; salah satu contoh, berapa banyak
kita dipengaruhi filosofi dan warisan budaya kita adalah menjadi konsep kita
akan pendidikan itu sendiri. Secara konsisten, pelajaran yang diorganisir, diakui
sebagai metode yang efektif yang dipengaruhi oleh tempat dan fasilitas yang
secara luas digunakan. Tidak ada metode yang lain diakui yang lebih benar. Hal
itu menjadi bagian dari filosofi pendidikan kita.
Bernard
menjelaskan lebih lanjut, bahwa semangat filsafat yang benar mendorong kita
menyelidiki tesis Marshall McLuhan “medium adalah penyampai pesan”. Ada
hubungan yang penting antara metode yang kita gunakan dan pesan yang kita
nyatakan. Tetapi menyamakan satu dengan yang lain adalah pemikiran yang
kabur. Pertimbangan kritis harus
diberikan kepada dasar filosofi dan kepada implikasi teologis dan praktis dari
tesis tersebut.[12]
Ilmu
komunikasi menguatkan hal pentingnya “medium” dalam menyampaikan “pesan”. Dalam
penggunaan metode perlu diperhatikan tiga faktor, yaitu; Pertama, tidak ada suatu metode atau teknik tertentu yang baik
(efektif) untuk semua golongan umur atau semua kesempatan belajar megajar. Kedua, kita tidak perlu menggunakan
sebuah metode saja dan mengesampingkan metode lainnya. Beberpa metode sekaligus
dapat digunakan demi kesauksesan pengajaran.[13] Suatu evaluasi metode yang bijaksana
tergantung pada pikiran yang jelas – dan pikiran yang jelas merupakan
urusan filsafat pendidikan Kristen.[14]
2.
Asas
Historis
Pendidik yang
benar akan menghargai penggunaan metode pendidik terdahulunya, dan hasil yang dihadirkan. Wajar dalam upaya eksplorasi,
kita selalu memeriksa suatu metode dalam konteks di mana tepatnya digunakan. Situasi itu sendiri menentukan pemilihan
metode. Dengan kata lain, situasi harus dimanfaatkan mengevaluasi keefektifan
memilih metode.
Saat ini kita
cenderung menekankan kemahiran pengetahuan sebagai yang utama, kalau tidak
tujuan utama pendidikan. Pendekatan ini
adalah bahagian dari warisan Yunani dan Latin. Bagi warisan Yunani dan Romawi,
pengetahuan memiliki orientasi utamanya dalam keilmiahan dan alam intelektual.
Namun, bagi alkitab Ibrani, pengetahuan mengandung warna moral, hubungan dan
etis.[15]
3.
Asas
Psikologis
Ada hubungan
yang lebih dekat antara metode pendidikan dengan azas psikologi dibanding
dengan antar metode dengan azas yang lain. Dasar psikologi mencakup
pertimbangan pertumbuhan dan perkembangan manusia. Bagaimana kita belajar,
bagaimana seseorang dimotivasi, bagaimana teori mekanisme dan kepribadian.
a.
Perkembangan
Manusia
Anak-anak yang satu
dengan yang lain tidaklah sama tingkatan perkembangannya, baik dalam kemampuan,
fisik, karakter maupun mentalnya. Oleh karena itu membutuhkan metode yang
berbeda sesuai dengan tingkatannya.
Secara umum, perbedaan
tingkat umur membutuhkan metode pengajaran yang berbeda. Olehkarena itu, kita
harus hati-hati, tidak mengasumsikan bahwa metode yang satu selalu benar. Ada
beberapa aturan pembelajaran yang umum yang diterapkan pada semua tingkatan
umur. Masyarakat secara umum merespon dengan baik metode yang melibatkan dan
menghargai partisipasi mereka. Pengajar yang bijaksana selalu mencoba memilih
metode-metode yang mengantar kebenaran abadi, yang secara langsung menghubungkan kebutuhan manusia mendasar
terhadap muridnya.
b.
Bagaimana seseorang belajar
Memahami bagaimana orang mempelajari
jenis materi yang berbeda membantu pengajar memilih metode-metode yang sesuai
terhadap tugas pengajaran. Bagaimana
melakukan motivasi dan hubungan teori pembelajaran dengan prinsip-prinsip
teoligia kita. Bagaimana mekanisme guru dan murid yang terpelihara mempengaruhi
penggunaan metode-metode. Beberapa studi teori kepribadian dan kasih yang jujur
kepada seseorang akan memampukan pengajar menghindari bahaya penggunaan metode
yang cenderung merusak atau meniadakan perkembangan pribadi seutuhnya.[16]
4.
Asas
Sosiologis
Pendidikan
mencakup perubahan hubungan pribadi. Pemilihan metode-metode harus sesuai, kita
harus akrab dengan seseorang sebagai anggota group – siapakah dia, apakah kita
mengenalnya, bagaimana dia belajar, bagaimana dia merasakan, bagaimana dia
menanggapi, bagaimana dia berinteraksi. Karena hampir semua orang belajar dalam
hubungan, pemilihan metode harus mempertimbangkan hubungan dan interaksi sosial
tersebut.[17]
Belajar bukan “sesuatu yang dilakukan kepada seseorang”. Belajar adalah tindakan
seorang diri yang bertanggungjawab mengalami hubungannya.[18]
Lewis J. Sherrill mengingatkan, “diri dibentuk dalam hubungannya dengan yang
lain. Jika cacat, itu terjadi dalam hubungannya. Jika dibentuk kembali atau
diubah kembali, itu juga akan di hubungannya …Komunitas adalah tubuh dari
hubungan yang mempengaruhi “menjadi” aanggota individu”.[19]
Metode dapat dipilih yang mengadu seseorang menentang
satu sama lain, yang menghilangkan seseorang dari kebebasan pilihan mereka, dan
memanipulasi mereka ke arah sebuah akhir prasangka. Namun ada metode yang lain
yang memimpin peserta membangun satu dengan yang lain menurut potensi utama
mereka sebagai pribadi dan kelompok.[20]
C. Dasar Pertimbangan Pemilihan Metode
Ketika
diperhadapkan pada memilih metode untuk mengajar, ada banyak sekali metode yang
menarik, dan setiap metode mempunyai karakteristiknya masing-masing. Sara
Little menjelaskan bahwa dalam pengajaran membutuhkan penggunaan berbagai
macam ragam mengajar yang hendaknya
dipilih secara selektif dan hati-hati. Menurutnya, berbagai ragam mengajar
tersebut bertujuan membantu pribadi-pribadi menumbuh-kembangkan dirinya secara
utuh. Olehkaena itu, sebelum pelbagai
macam metode dibicarakan untuk kemudian dipilih, maka untuk kepentingan
tersebut, perlu diperhatikan beberapa ragam mengajar[21].
Setiap ragam akan melahirkan metode-metode yang dapat dipilih untuk mengajar.[22]
Bertitik tolak dari ragam mengajar
tersebut, ada beberapa faktor yang dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan pemilihan
metode.
1. Berpedoman
pada Tujuan
Tujuan adalah keinginan yang hendak
dicapai dalam setiap kegiatan interaksi edukatif. Tujuan mampu memberikan garis
yang jelas dan pasti ke mana kegiatan interaksi edukatif akan di bawa. Tujuan
dapat memberikan pedoman yang jelas bagi pengajar dalam mempersiapkan segala
sesuatunya dalam rangka pengajaran, termasuk pemilihan metode.
Metode mengajar yang dipilih tidak
boleh dipertentangkan dengan tujuan yang telah dirumuskan, tetapi metode yang
dipilih harus mendukung ke mana kegiatan interaksi edukatif berproses guna
mencapai tujuannya. Dengan kata lain, kejelasan dan kepastian dalam perumusan
tujuan memudahkan bagi pengajar memilih metode.
2. Perbedaan
Individual Naradidik
Perbedaan individual perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan metode pendidikan. Aspek-aspek perbedaan
naradidik yang perlu diperhatikan adalah aspek biologis, intelektual, dan
psikologis.
3. Kemampuan
Pengajar
Kemampuan guru bermacam-macam,
disebabkan latarbelakang pendidikan dan pengalaman megajar. Seorang guru dengan
latar belakang pendidikan keguruan akan
lain kemampuannya bila dibandingkan dengan seseorang dengan latar belakang
pendidikan bukan keguruan. Kemampuan guru yang berpengalaman tentu lebih
berkualitas dibandingkan dengan kemampuan guru yang kurang berpengalaman dalam
pendidikan dan pengajaran.
Dari latar belakang pendidikan dan
pengalaman mengajar akan mempengaruhi bagaimana cara pemilihan metode mengajar
yang baik dan benar. Jadi, kemampuan guru patut dipertimbangkan dalam pemilihan
metode mengajar.
4. Sifat
Bahan Pelajaran
Setiapmata pelajaran mempunyai
sifat masing-masing. Paling tidak sifat mata pelajaran ini adalah mudah,
sedang, dan sukar. Ketiga sifat ini tidak bisa diabaikan begitu saja dalam
mempertimbangkan pemilihan metode mengajar. Untuk metode tertentu barangkali
cocok untuk mata pelajaran tertentu, tetapi belum tentu pas untuk mata
pelajaran lain. Adalah penting mengenal sifat mata pelajaran sebelum pemilihan
metode dilaksanakan.
5. Situasi
Kelas
Situasi kelas adalah sisi lain yang
patut diperhatikan dan dipertimbangkan guru ketika akan melakukan pilihan
terhadap metode mengajar. Guru yang berpengalaman tahu benar bahwa kelas dari
hari ke hari dan waktu ke waktu selalu berubah sesuai kondisi psikologis nara
didik. Dinamika kelas seperti itu patut diperhitungkan guru dari sudut manapun
juga.
Ketika guru berusaha membagi anak
didik ke dalam beberapa kelompok, guru akan menciptakan situasi kelas kepada
situasi yang lain. Di sini tergambar metode mengajar mana yang harus dipilih
sesuai dengan situasi kelas dan tujuan yang ingin dicapai. Jadi, situasi kelas
mempengaruhi pemilihan metode mengajar.
6. Kelengkapan
Fasilitas
Penggunaan metode perlu dukungan
fasilitas. Fasilitas yang dipilih harus sesuai dengan karakteristik metode
mengajar yang akan dipergunakan. Ada metode mengajar tertentu yang tidak dapat
dipakai, karena ketiadaan fasilitas di suatu sekolah. Sekolah-sekolah yang maju
biasanya mempunyai fasilitas belajar yang lengkap sehingga sangat membantu guru
dalam melaksanakan pengajaran di kelas. Sekolah-sekolah di daerah terpencil
pada umumnya kekurangan fasilitas belajar sehingga kegiatan interaksi edukatif
berjalan apa adanya secara sederhana.
7. Kelebihan
dan Kelemahan Metode
Setiap metode mempunyai kelebihan
dan kekurangan. Dua sisi ini perlu diperhatikan guru. Jumlah anak didik di
kelas dan kelengkapan fasilitas mempunyai andil tepat tidaknya suatu metode
dipergunakan untuk membantu proses pengajaran. Metode yang tepat untuk
pengajaran tergantung dari kecermatan guru dalam memilihnya. Penggabungan
metode pun tidak luput dari pertimbangan berdasarkan kelebihan dan kelemahan
metode yang manapun juga. Pemilihan yang terbaik adalah mencari titik kelemahan
suatu metode untuk kemudian dicarikan metode yang dapat menutupi kelemahan
metode tersebut.[23]
D. Prinsip-Prinsip Metode Pendidikan
Agar penggunaan metode lebih
efektif maka ada beberapa prinsip metode yang harus diperhatikan dalam
pelaksanaan pembelajaran;
1.
Metode tersebut harus memanfaatkan teori
kegiatan mandiri. Belajar merupakan akibat dari kegiatan peserta didik. Pada
dasarnya, belajar itu berwujud mengalami, memberi reaksi, melakukan dan menurut
prinsip ini seseorang belajar melalui reaksi atau melalui kegiatan mandiri yang
merupakan landasan dari semua pembelajaran. Dengan kata lain, peserta didik
banyak memperoleh pengalaman belajar.
2.
Metode tersebut harus dimanfaatkan hukum
pembelajaran. Kegiatan metode dalam pembelajaran berjalan dengan cara tertib
dan efisien sesuai dengan hukum-hukum dasar yang mengatur pengoperasiannya.
Hukum-hukum dasar menyangkut kesiapan, latihan dan akibat, harus
dipertimbangkan dengan baik dalam segala jenis pembelajaran. Pengajaran yang
baik memberi kesempatan terbentuknya motivasi, latihan, peninjauan kembali,
penelitian dan evaluasi.
3.
Metode tersebut harus berawal dari apa
yang sudah diketahui peserta didik. Memanfaatkan pengalaman lampau peserta
didik yang mengandung unsure-unsur yang sama dengan unsure-unsur materi
pembelajaran yang dipelajari akan melancarkan pembelajaran. Hal itu dapat
dicapai dengan sangat baik melalui korelasi dan pembandingan. Pemebelajaran
akan dipermudah apabila yang memulainya
dari apa yang sudah diketahui peserta didik.
4.
Metode tersebut harus didasarkan atas
teori dan praktek yang terpadu dengan baik yang bertujuan menyatukan kegiatan
pembelajaran.
5.
Metode tersebut harus memperhatikan
perbedaan-perbedaan individual dan menggunakan prosedur-prosedur yang sesuai
dengan ciri-ciri pribadi seperti kebutuhan, minat serta kematangan mental dan
fisik.
6.
Metode harus merangsang kemampuan berpikir
dan nalar para peserta didik. Prosedurnya harus memberikan peluang bagi
kegiatan berpikir dan kegiatan pengorganisasian yang seksama. Prinsip kegiatan
mandiri sangat penting dalam mengajar peserta didik untuk bernalar.
7.
Metode tersebut harus disesuaikan dengan
kemajuan peserta didik dalam hal ketrampilan, kebiasaan, pengetahuan, gagasan,
dan sikap peserta didik, karena semua ini merupakan dasar dalam psikologi
perkembangan.
8.
Metode tersebut harus menyedikan bagi
peserta didik pengalaman-pengalaman
belajar melalui kegiatan belajar yang banyak dan bervariasi. Kegiatan-kegiatan
yang banyak dan bervariasi tersebut diberikan untuk memastikan pemahaman.
9.
Metode tersebut harus menantang dan
memotivasi peserta didik ke arah kegiatan-kegiatan yang menyangkut proses
defrensiasi dan integrasi. Proses penyatuan, pengalaman sangat membantu dalam
terbentuknya tingkah laku terpadu, ini yang paling baik dicapai melalui
penggunaan metode pengajaran terpadu.
10. Metode
tersebut harus memberi peluang bagi peserta didik untuk bertanya dan menjawab pertanyaan.
Dan memberi peluang pada guru untuk menemukan kekurangan-kekurangan agar dapat
dilakukan perbaikan dan pengayaan.
11. Kelebihan
suatu metode dapat menyempurnakan kekurangan/ kelemahan metode lain. Hal ini
didasarkan atas prinsip bahwa pembelajaran terbaik terjadi apabila semakin
banyak indera yang dapat dirangsang.
12. Suatu
metode padat dipergunakan untuk berbagai jenis materi atau mata pelajaran satu
materi atau mata pelajaran memerlukan banyak materi.[24]
E. Jenis-Jenis Metode
Metode mendidik/ mengajar banyak
sekali jenisnya, disebabkan oleh karena metode ini dipengaruhi oleh banyak
faktor, sebagaimana telah disinggung sebelumnya.
Beberapa jenis metode yang dapat
dihimpun adalah sebagai beriktu;
1.
Metode Ceramah
2.
Metode
Tanya Jawab
3.
Metode Diskusi Kelompok
4.
Metode Permainan Peran (Role Playing)
5.
Metode Permainan (Gaiming)
6.
Metode Peniruan (Simulation)
7.
Metode Studi Kasus
8.
Metode Pemecaham Masalah (Problem Solving)
9.
Metode Arus Melemparkan Pendapat (Brainstorming)
10. Metode
Diskusi Panel
11. Metode
Seminar
12. Metode
Tutorial
13. Metode
Lokakarya (Workshop)
14. Metode
Demonstrasi
15. Metode
Kunjungan ke Lapangan
16. Metode
Kerja Lapangan
17. Metode
Programmed Instruction
18. Metode
Resitasi (Pemberian tugas rumah)
19. Metode
Simposium
20. Metode
Team Teaching
21. Metode
Proyek
22. Metode
Karyawisata
23. Metode
Film-Strips
24. Metode
Manusia Sumber/ Resource People
25. Metode
Latihan
26. Metode
berpusatkan Materi
27. Materi
berpusatkan Kehidupan
28. Metode
Otoriter
29. Metode
Kreatif
30.
Metode
Retraet, Camp
31.
Metode
Meditasi/ Kontemplasi
32.
Metode
Ibadah[25]
F.
Kesimpulan
Metodologi adalah ilmu yang
mempelajari cara, strategi atau jalan agar tujuan atau sasaran dapat tercapai. Dengan
demikian metodologi adalah studi tentang metode-metode yang digunakan oleh
berbagai disiplin ilmu. Perlu disadari bahwa metode yang dirumuskan oleh
metodologi adalah sebagai alat bantu untuk mencapai tujuan, bukanlah tujuan itu
sendiri.
Metodologi dalam perumusannya
mempertimbangkan beberapa asas-asas, yaitu asas filosofis, psikologi, historis
dan sosiologis. Pertimbangan akan asas-asas tersebut mempengaruhi optimalisasi
pencapaian tujuannya.
Mengingat banyaknya metode-metode
sebagai hasil studi metodologi, maka diperlukan dasar-dasar pertimbangan pemilihan
metode serta prinsip-prinsip yang digunakan. Namun perlu disadari bahwa
masing-masing metode ada kelebihan dan kekurangnnya. Oleh karena itu dimungkin
menggunakan berbagai metode untuk saling melengkapi.
Daftar
Pustaka
1.
Bagus,
Loren,
Kamus Filsafat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2000).
2.
Bernard,
Thomas & Galloway, Chester O., dkk, (ed.) A. Elwood Sanner, A.F.Harper,
Exploring
Christian Education, (Kansas City, Missouri: Beacon Hill Press of
Kansas City).
3.
Boehlke, Robert R.,
Theories of Learning in Christian Education, (Philadelphia: The Westminster Press,
1962).
4.
Cully,
Iris,
Dinamika
Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK
GM, 1976).
5.
Djamarah,
Saiful Bahri,
Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta, Cet. Pertama,
2000).
6.
Flew,
Antony, (ed),
A Dictionary of Philosophy, (London and Basingstoke: The Macmillan
Press Ltd, 1983).
7.
Ismail,
Andar,
Mencari Materi PAK Dewasa: Tinjauan tentang Seri
Selamat sebagai Sebuah Pilihan, dalam buku Memperlengkapi bagi Pelayanan dan
Pertumbuhan: Kumpulan Karangan Pendidikan Kristiani dalam Rangka Penghormatan
kepada Pdt. Prof. Dr. Robert R. Boehlke”, ed. Tim Penyusun Buku dan
Redaksi BPK GM (Jakarta: BPK GM, Cet. 1, 2002).
8.
Kadarmanto,
Ruth,
Pelbagai Metode dalam PAK, dalam,
Ajarlah Mereka Melakukan:
Kumpulan Karangan Seputar Pendidikan Agama Kristen, Andar Ismail (editor),
(Jakarta: BPK GM, Cet. 6, 2009).
9.
Kristianto,
Paulus Lilik,
Prinsip & Praktik Pendidikan Agama Kristen:
Penuntun bagi Mahasiswa Teologi & PAK, Pelayan Gereja, Guru Agama, dan
Keluarga Kristen, (Yokyakarta:
Andi, Cet. 3, 2008).
10.
Little,
Sara,
To
Set One’s Heart: Belief and Teaching in the Chruch, (Atlanta: John Knox, 1983).
11.
Lelyed,
P. Van,
Pendidikan yang Membebaskan, (Yokyakarta: DGI GMKI, tth).
12.
Miller,
Randolph C.,
Education for Christian Living, (Engelwood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall).
13.
Mudhofir,
Ali,
Kamus Istilah Filsafat dan Ilmu, (Yokyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2001).
14.
Muliawan,
Jasa Ungguh,
Epistemologi Pendidikan, (Yokyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2008).
15.
Pasaribu,
I.L. dan Simanjuntak, B.,
Proses Belajar Mengajar, (Bandung: TARSITO Bandung, Cet. Kedua,
1983).
16.
Priester,
Marcus J.,
Philosophical Foundation for Cristian Education, dalam “An Introduction to Christian Education, Marvin J. Taylor
(ed), (Nashville: Abingdom Press, 1966).
17.
Ramayulis,
Profesi dan Etika Keguruan, (Jakarta: Kalam Mulia, Cet. Ketujuh,
2013).
18.
Roestiyah,
Ny.,
Didaktik Metodik, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1986).
19.
Sherrill,
Lewis Joseph,
The Gift of Power, (New York: The
Macmillan Co, 1955).
20.
Team
Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya,
Pengatar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, (Jakarta: CV. Rajawali, cet.ke-3, 1987).
[1] Dalam bahasa Inggris “methodology”, Bahasa Latin “methodus”.
[2]
Jasa Ungguh Muliawan, Epistemologi
Pendidikan, (Yokyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008), 40.
[3]
Loren Bagus, Kamus Filsafat,(Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2000), 648; band. Antony Flew (ed), A Dictionary of Philosophy, (London and
Basingstoke: The Macmillan Press Ltd, 1983), 231.
[4]
Ibid, 648-649; Loren Bagus juga
membuat tinjauan terhadap masalah Metodologi. Dia menuliskan, pemilihan
prosedur untuk mencapai suatu tujuan tampaknya mempunyai banyak aspek. (A).
Dala arti yang paling umum, problem metode merupakan problem logika; 1). Metode
deduktif berurusan dengan pencapaian kesimpulan dari premis-premis yang dapat
dilakukan dengan pasti; 2). Metode induktif berurusan dengan pencapaian
kesimpulan dari premis yang dapat dilakukan dengan kemungkinan; 3). Peirce
mengajukan metode abduksi, di mana hipotesis-hipotesis ditimbulkan dari data.
(B). Suatu kombinasi metode-metode logika digunakan dalam mencapai kesimpulan-kesimpulan
filosofis; 4). Pendekatan-pendekatan yang berbeda terhadap filsafat dibicarakan
di bawah topic Epistemologi; 5).
Sistem-sistem filsafat yang berlawanan dikupas di bawah judul Metafisika. (C).
Metode dalam ilmu-ilmu merupakan subjek pembahasan yang luas; 6). Untuk
ilmu-ilmu alam pada umumnya, Metode Hipotetiko-Deduktif penting; 7). Untuk
macam-macam pendekatan terhadap Matematika.
[5]
Ali Mudhofir, Kamus Istilah Filsafat dan
Ilmu, (Yokyakarta: Gadjah Mada University Press, 2001), 238-239.
[6]
Randolph C. Miller, Education for
Christian Living, (Engelwood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall), 159, band. dengan, Iris
Cully, Dinamika Pendidikan Agama Kristen,
(Jakarta: BPK GM, 1976), 113
[7]
Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Pengatar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, (Jakarta: CV. Rajawali,
cet.ke-3, 1987), 39.
[8]
Andar Ismail, Mencari Materi PAK Dewasa:
Tinjauan tentang Seri Selamat sebagai Sebuah Pilihan, dalam buku Memperlengkapi bagi Pelayanan dan
Pertumbuhan: Kumpulan Karangan Pendidikan Kristiani dalam Rangka Penghormatan
kepada Pdt. Prof. Dr. Robert R. Boehlke”, ed. Tim Penyusun Buku dan Redaksi
BPK GM (Jakarta: BPK GM, Cet. 1, 2002), 45-46.
[9]
Paulus Lilik Kristianto, Prinsip &
Praktik Pendidikan Agama Kristen: Penuntun bagi Mahasiswa Teologi & PAK,
Pelayan Gereja, Guru Agama, dan Keluarga Kristen, (Yokyakarta: Andi, Cet.
3, 2008), 9
[10]
I.L. Pasaribu dan B. Simanjuntak, Proses
Belajar Mengajar, (Bandung: TARSITO Bandung, Cet. Kedua, 1983), 12-13.
[11]
Marcus J. Priester, Philosophical
Foundation for Cristian Education, dalam “An Introduction to Christian Education, Marvin J. Taylor (ed),
(Nashville: Abingdom Press, 1966), 61-62
[12]
Thomas Bernard, Chester O. Galloway, dkk, (ed.) A. Elwood Sanner, A.F.Harper, Exploring Christian Education, (Kansas
City, Missouri: Beacon Hill Press of Kansas City), 189-190.
[13]
Eli Tanya, Op. Cit, 38; Contohnya,
metode berceramah dapat dilanjutkan dengan pemutaran film yang berhubungan
dengan pokok ceramah lalu diikuti dengan diskusi oleh peserta. Bahkan kemudian
kesempatan ini diteruskan dengan membuat suatu proyek yang dikerjakan bersama
oleh semua peserta.
[14]
Thomas Bernard, Chester O. Galloway, dkk, (ed.) A. Elwood Sanner, A.F.Harper, Op. Cit, 189-190.
[15]
Ibid, 190-191.
[16]
Ibid, 191-193
[17]
Ibid, 193
[18]
Robert R. Boehlke, Theories of Learning
in Christian Education, (Philadelphia: The Westminster Press, 1962), 26.
[19]
Lewis Joseph Sherrill, The Gift of Power,
(New York: The Macmillan Co, 1955), 45-46.
[20]
Thomas Bernard, Chester O. Galloway, dkk, (ed.) A. Elwood Sanner, A.F.Harper, Op.Cit, 193-194.
[21] Sara Little, To
Set One’s Heart: Belief and Teaching in the Chruch, (Atlanta: John Knox,
1983), 55-57; menguraikan lima ragam mengajar, yaitu; 1). Ragam Pemrosesan
Informasi: Manusia membutuhkan berbagai cara dalam mengolah fakta-fakta agar ia
dapat menentukan kerangka pemahaman, menafsirkan pengalaman, dan membangun
suatu cara pandang terhadap kenyataan hidup. 2). Ragam Interaksi Kelompok: Manusia
dapat saling belajar dan bersama-sama membangun suatu pemahaman melalui proses
interaksi (saling mempengaruhi); isi pemahaman yang diperoleh bersama mencakup
baik konsep-konsep maupun hal-hal yang non-verbal/ relasional. Kelompok
ikutserta mempengaruhi pembentukan “keyakinan” dan “pribadi” naradidik. 3). Ragam
Komunikasi Tidak Langsung: Di bagian ini karya seni mempunyai kemampuan untuk
menjembatani keterbatasan komunikasi verbal, mampu melibatkan seseorang dengan
seutuhnya dalam berbagai tahap pemahaman diri dan tahap konfrontasi. Melalui
ungkapan seni kita memperoleh kemungkinan untuk mengalami arti dari keyakinan
kita dengan suatu cara yang dapat mengubah diri sendiri maupun orang lain. 4). Ragam
Pengembangan Pribadi: Jika seorang memiliki rasa sadar diri dan sadar
lingkungan dengan baik, akibatnya ia merasa diterima dan dapat berperan sebagai
pribadi yang mampu menyumbangkan sesuatu. Melalui proses ini seorang dapat
mengenal kemampuan-kemampuan yang
tersimpan dalam dirinya. 5). Ragam Aksi-Refleksi: Orang sering tidak memahami
suatu gagasan sebelum gagasan tersebut diwujudkan dalam tindakan, dialami,
direfleksikan, dan ditafsirkan. Di sini aspek “teori” dan “praktek” disatukan.
Sambil mempraktekkan suatu gagasan orang mengingat dan menguji praktek tersebut
dengan gagasan yang dianutnya. Atau dapat pula praktek tersebut merevisi
gagasan yang dianut.
[22]
Band. Ruth Kadarmanto, Pelbagai Metode dalam PAK, dalam, Ajarlah
Mereka Melakukan: Kumpulan Karangan Seputar Pendidikan Agama Kristen, Andar
Ismail (editor), (Jakarta: BPK GM, Cet. 6, 2009),
93-95
[23]
Saiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak
Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta, Cet. Pertama,
2000), 191-193; lih. juga, Ramayulis, Profesi
dan Etika Keguruan, (Jakarta: Kalam Mulia, Cet. Ketujuh, 2013), 194-197.
Ny. Roestiyah, dalam bukunya, Didaktik
Metodik, (Jakarta: PT. Bina Aksara,
1986), 68; juga menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode,
sebagai berikut; a). Sifat dari Pelajaran; b). Alat-alat yang tersedia; c).
Besar Kecilnya Kelas; d). Tempat dan Lingkungan; e). Banyak/ sedikitnya bahan;
f).Tujuan Pelajaran.
[24]
Ramayulis, Profesi dan Etika Keguruan, (Jakarta:
Kalam Mulia, Cet. Ketujuh, 2013), 198-199
[25]
Daftar beberapa metode di atas, dihimpun dari beberapa buku, antara lain; Saiful
Bahri Djamarah, Op. Cit, 195-206; I.L. Pasaribu dan B. Simanjuntak, Op.cit, 19-31; Ny. Roestiyah, Op. Cit, 68-85; P. Van Lelyed, Pendidikan yang Membebaskan, (Yokyakarta:
DGI GMKI, tth), 11; Randolph C. Miller, Op.
Cit, 159-262.